Friday, March 30, 2012

Sikap terhadap Putusan Sidang Parpurna DPR RI

Rakyat Indonesia, selama kurang lebih seminggu telah menyaksikan wakil-wakilnya bersidang untuk membicarakan hal yang sangat mendasar bagi kehiduapan rakyat, yaitu masalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Inti dari pembicaraan itu adalah apakah BBM di Indonesia perlu naik atau tidak. Sudah banyak argumen yang kita baca, dengar dan saksikan di media massa, baik cetak maupun elektronik, tentang perlu atau tidaknya BBM dinaikan. Secara umum, ada dua kelompok argumen yang mendominasi pembicaraan di media massa, yaitu pertama, argumen yang berpendapat bahwa untuk kepentingan ekonomi yang lebih besar, menyelematkan APBN, termasuk kepentingan rakyat jangka panjang, BBM perlu dinaikan. kelompok ini berasal dari partai koalisi pemerintah (Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP dan PKB). Kelompok argumen kedua yaitu kelompok oposisi (PDIP, Gerindra dan Hanura), yang berpendapat bahwa BBM tidak perlu naik karena tidak akan mengganggu APBN dan ekonomi nasional serta akan mempersulit kondisi ekonomi rakyat yang sekarang sudah susah.

Setelah melalui adu argumentasi panjang, mulai dari rapat-rapat Komisi, Banggar hingga Rapat Paripurna, DPR RI telah memutuskan bahwa BBM tidak naik per 1 April 2012 tapi memberi kewenangan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM apabila harga ICP dunia melebihi 15 % dari asumsi harga ICP dalam APBN selama 6 bulan. Keputusan ini menjadi tambahan pasal dalam UU APBN tahun 2011, melalui pasal 7 ayat 6A. Keputusan ini berarti BBM akan naik setelah 6 bulan apabila harga ICP mencapai lebih dari 20 dollar. Saat ini, ketika artikel ini ditulis, harga ICP telah mencapai harga 20 dollar. Dengan kata lain, apabila 6 bulan ke depan harga ICP tetap di atas 20 dollar, maka BBM akan dinaikan oleh pemerintah. Keputusan ini yang tidak diiterima oleh pihak oposisi, sebagian besar masyarakat Indonesia dan tentunya mahasiswa. Kelompok kedua ini menghendaki tidak ada kenaikan BBM tanpa syarat apapun, baik batas waktu tertentu maupun fluktuasi harga ICP. Tanggapan pemerintah sendiri dalam pandangan akhirnya mengenai keputusan DPR RI ini, bisa menerimanya.

Dengan lahirnya keputusan DPR RI ini, sudah sepantasnya seluruh masyarakat Indonesia berterimakasih kepada seluruh mahasiswa di penjuru tanah air dan berbagai kelompok masyarakat, yang telah melakukan demonstrasi secara terus menerus, sehingga kelompok (partai koalisi pemerintah) yang tadinya akan menaikan harga BBM per 1 April 2012, merubah sikapnya dengan membatalkan/menunda kenaikan BBM. Walau agak disayangkan, demonstrasi yang dilakukan sebagian mahasiswa bersifat anarki. Sifat demontrasi seperti ini, harus menjadi pembelajaran bagi seluruh komponen bangsa indonesia, mulai dari pemerintah (aparat keamanan) dalam mengelola demonstrasi, DPR dan kementerian terkait (Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM) untuk lebih peka menangkap aspirasi rakyat, serta dari kalangan mahasiswa sendiri untuk tetap mengedepankan demonstrasi yang solid, kuat dan santun.

Keputusan ini belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat Indonesia, utamanya oposisi dan mahasiswa. Namun demikian, sebagai negara demokrasi, yang salah satu cirinya menerima dan menjalankan keputusansetelah keputusan tersebut dibuat melalui prosedur yang demokratis, maka sikap yang kita lakukan adalah menerima keputusan tersebut (mungkin sementara). Yang terpenting adalah apabila kita (masyarakat Indonesia) tetap menginginkan harga  BBM tidak naik, bukan hanya 6 bulan kedepan dan tidak terpengaruh harga ICP, maka perlu tetap melakukan langkah-langkah yang konstitusional. Secara konstitusisonal demonstrasi tidak dilarang dan ini tetap bisa dilakukan sebagai media kontrol masyarakat terhadap pemerintah, selama dilakukan tidak anarki. Komunikasi yang intensif dengan lembaga DPR RI dan pemerintah tetap harus dilakukan, baiik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyakinkan mereka dengan argumentasi yang kuat, bahwa kenaikan harga BBM bukan pilihan terbaik. Hal lain yang bisa juga dilakukan adalah dengan mengajukan uji materil UU APBN-P khususnya tambahan pasal 7 ayat 6A ke Mahkamah Konstitusi.

Pengajuan uji materil ke Mahkamah Konstitusi ini penting karena mahkamah konstitusi sudah menolak bahwa harga BBM tidak harus didasarkan pada harga pasar. Urgensinya menjadi lebih penting ketika DPR menyepakati tambahan pasal 7 ayat 6A dalam UU APBN-P. Uji materil ini bertujuan untuk mengetahui mana yang benar dari tafsir pasal 7 ayat 6A ini, apakah tafsir yang mengatakan bahwa tambahan itu merupakan wujud dari penolakan terhadap penentuan harga BBM yang didasarkan pada harga pasar atau tafsir yang mengatakan bahwa pasal tersebut masih tetap merujuk bahwa harga BBM ditentukan harga pasar. Perbedaan tafsir ini terjadi, baik diantara anggota DPR, maupun antara pemerintah, DPR dan masyarakat. Kita berharap dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tentang hal ini bisa menyelesaikan masalah mengenai penentuan harga BBM untuk jangka panjang. semoga bermanfaat.             

No comments:

Post a Comment